Kamu Juga Akan Mendapat Surga !

22.6.10
Judul di atas bukan berarti semua orang baik itu non muslim, munafiq,dan semua orang di dunia akan ke surga. Judul di atas saya tulis seperti itu, untuk memotivasi teman - teman semua yang beragama Islam dan mau berubah untuk mendapat tiket ke surga. Berikut kisah untuk teman - teman semua yang saya ambil dari VOA-ISLAM, simak ya.

Pada suatu hari ada seorang perempuan mengaku telah berbuat dosa. Sejak saat itu ia tidak mau lagi shalat dan berzikir. Karena baginya, dirinya adalah seorang yang sudah kotor. Tidak berhak lagi mendapatkan kasih sayang Allah. Sehingga dia tidak mau lagi shalat, tidak mau lagi berdoa kepada Allah. Semakin dia langgar perintah Allah, semakin dia berani kepada Allah. Ia sudah tidak mau lagi berharap surga. Naudzubillah min dzalik...

Pernahkah kamu punya teman seperti itu? Mungkin ada banyak orang yang memiliki pengalaman hidup seperti itu. Berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah, Sehingga hidupnya yang gelap menjadi semakin gelap.

Rasulullah bersabda: "Tidak seorang jua pun di antara kalian, melainkan tempatnya telah ditentukan Allah di surga atau di neraka. Maka bertanya seorang sahabat, ”Ya Rasulullah ! Kalau begitu apakah tidak lebih baik kita diam saja. Menunggu suratan taqdir nasib kita, tanpa beramal.” Mendengar pernyataan ini Beliau lantas meluruskannya ; Orang yang telah ditetapkan Allah menjadi orang bahagia, adalah karena ia beramal dengan amalan orang yang berbahagia, dan orang yang telah ditetapkan Allah menjadi orang yang celaka adalah karena ia beramal dengan amalan orang celaka.

Karena itu beramallah! Semua sarana telah disediakan. Ada pun orang-orang bahagia. Mereka dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan orang berbahagia. Dan orang-orang celaka. Mereka dimudahkan untuk beramal dengan amalan orang-orang celaka. Kemudian beliau membaca ayat : “Adapun orang yang memberikan ( hartanya di jalan Allah ) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik ( surga ). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil, dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya ( jalan ) yang sukar.” (QS. 92:5-10)” H.R.Muslim.

Saudaraku, surga memang diliputi dengan segala hal yang membosankan, dan tidak mengenakkan. Sedang neraka dihiasi dengan kemudahan dan keenakan. Padahal dalam kesempatan lain Rasululah Saw juga selalu memberi motivasi kepada para sahabat untuk beramal. Bahkan banyak di antara mereka yang dijamin surga.

Saudaraku, saya yakin kamu tidak akan berpangku tangan, pasrah, menerima, dan rela berjalan di atas bumi ini bagai air yang mengalir begitu saja. Tanpa tujuan, tanpa visi, tanpa azzam. Ingatkah ketika Rasulullah Saw bersabda di hadapan para sahabat. Waktu itu Matahari masih di sebelah timur kota Madinah. Hadir di sana Abu Jam’ah, Abu Ubaidah, dan beberapa sahabat lain. Sedang yang bertanya saat itu salah seorang sahabat yang dijamin surga. Dia adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarroh, ; Wahai Rasulullah adakah orang yang lebih baik dari pada kami, Sedangkan kami telah masuk islam bersamamu dan telah berjihad bersamamu ? Maka apa jawaban beliau, ; “Ada, mereka adalah orang-orang yang hidup jauh, setelah masa kalian, mereka beriman padaku padahal mereka belum pernah melihatku”. Imam Al-Hakim telah mengabadikan hadis ini.

Dan para Ulama’ pun menyetujui kebenarannya. Hadis di atas tidak menihilkan keutamaan para sahabat dan salafusholih terdahulu. Mereka adalah generasi umat terbaik “khoirul qurun”. Hanya saja keutamaan kita saat ini, di banding mereka para sahabat adalah, kita tidak pernah berjumpa dengan nabi Muhammad. Tapi kita mengimani kenabiaan beliau. Sedang para sahabat beriman dengan kenabiannya karena mereka melihat nabi secara langsung, melihat mu’jizat-mu’jizatnya.

Memang keimanan kita tidak sebanding dengan para sahabat Rasulullah, tapi setidaknya kita berusaha mendekati agar kita juga mendapat tempat yang sudah Allah janjikan yakni : Surga.

Read more ...

RCTI Streaming Online

19.6.10
Bingung kalau punya job jaga warnet?, ga bisa nonton Tv?, oke silahkan nonton tv streaming di bawah ini :



Read more ...

Tamparan Atas 3 Pertanyaan

19.6.10
Sebuah kisah yang saya dapat dari sebuah forum FSI Al-Kautsar UNJ, semoga dapat dijadikan hikmah dan motivasi agar kita selalu mengenal Allah azza wa jalla lebih dekat. Simak kisahnya...

Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah, dia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, Kyai atau siapa saja yang bisa menjawab tiga pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, seorang kiyai.
(Pemuda): Anda siapa dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?
(Kyai): Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda. (Pemuda) : Anda yakin? Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.

(Kyai): Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
(Pemuda) : Saya ada tiga pertanyaan: 1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya. 2. Apakah yang dinamakan takdir. 3. Kalau setan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berpikir sejauh itu? Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
(Pemuda) : (sambil menahan sakit). Kenapa anda marah kepada saya?
(Kyai): Saya tidak marah. Tamparan itu adalah jawaban saya atas tiga pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
(Pemuda): Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.
(Kyai) : Bagaimana rasanya tamparan saya?
(Pemuda): Tentu saja saya merasakan sakit.
(Kyai) : Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?
(Pemuda): Ya!
(Kyai): Tunjukkan pada saya wujud sakit itu!
(Pemuda): Saya tidak bisa. (Kyai): Itulah jawaban pertanyaan pertama kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
(Kyai) : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
(Pemuda): Tidak.
(Kyai) : Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini? (Pemuda) : Tidak.
(Kyai) : Itulah yang dinamakan takdir. Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
(Pemuda) : Kulit.
(Kyai) : Terbuat dari apa pipi anda?
(Pemuda): Kulit.
(Kyai) : Bagaimana rasanya tamparan saya?
(Pemuda): Sakit.
(Kyai): Walaupun setan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk setan.

Begitulah, tamparan tersebut menjawab semua yang pemuda itu tanyakan. Semoga artikel ini bermanfaat.
Read more ...

Selama Masih Ada Nafas

10.6.10
Banyak hal yang ditemui di kehidupan ini, entah itu yang baik atau buruk. Kita harus berpikir apakah hal yang kita kerjakan itu baik atau buruk. Selama nafas yang berharga ini masih berjalan di tubuh, kita juga harus tetap melakukan sesuatu yang terbaik untuk orang tua, keluarga, sahabat, atau kerabat lain. Tapi yang terpenting adalah berbuat sesuatu yang terbaik yakni beribadah kepada Allah, sebagaimana
Firman Allah dalam surat Adz – Dzaariyat : 56 yang berbunyi :

"Tidaklah jin dan manusia aku ciptakan kecuali utk bersujud kepadaku"

Sudah jelas tujuan kita hidup di bumi, bukan untuk bersenang – senang dengan hal – hal yang dilarang Allah, banyak teman yang mengatakan minum, melihat film “itu” untuk hiburan, tapi hiburan menurutku adalah sesuatu yang tidak dilarang Allah…!!.

Siapakah yang memberi hidup?, siapa yang member ketampanan, kecantikan, kekayaan….?, kita tidak pernah meminta itu semua. Adakah diantara kita yang sebelum dilahirkan meminta kepada Allah “Ya Allah, jadikanlah aku orang yang tampan di bumi atau orang yang buruk di bumi, jelas tidak. Di dalam rahim kita berdialog dengan Allah, isinya sebagaimana firman Allah :

Surat Al A’raaf 172:
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (Al A’raaf 172).

Saat kita di dalam rahim, kita telah mengakui bahwa Allah ialah Tuhan yang disembah, bukan berdialog tentang jadi apa kita nanti.
Oleh karena itu Selama nafas ini masih berjalan selama itu pula kita berusaha berbuat semampu kita, menolong sesame, membantu sesama. Bukan malah merusak, merasaa bumi ini millik sendiri. Karena kita manusia yang diberi tugas menjaga bumi sampai matahari terbit dari barat.

Read more ...

Filling dalam Manajemen

10.6.10
Filling adalah segala tindakan atau perbuatan atau kegiatan yang berhubungan dengan masalah pengumpulan, klasifikasi, penyimpanan, penempatan, pemeliharaan, dan distribus atas surat – surat, catatan – catatan, perhitungan – perhitungan, grafik – grafik, data maupun informasi yang lain dan tindakan tersebut dilakukan dengan tepat dalam rangka melakukan suatu proses manajemen serta catatan maupun surat tersebut dapat ditemukan dengan mudah kembali.

Hal yang palig pokok dalam Filling ialah : tidak hanya bagaimana melakukan penyimpanan saja tetapi juga paling penting adalah bagaimana surat yang tersimpan tersebut bias ditemukan kembali.

Pentingnya Filling dilakukan menyangkut :

-Bisa tidaknya surat tersebut dipakai dengan mengikuti perubahab di waktu – waktu yang akan dating.

-Masalah keamanan Filing, sebaiknya sewaktu – waktu jika diperlukan dapat ditemukan kembali, ini sangat penting karena menyangkut perencanaan dan pengambilan keputusan.

-Filing merupakan suatu tampungan daya ingat seorang manajer, yang sewaktu – waktu dapat diperlukan dan diperlukan dengan cepat.





Read more ...

Cinta Seorang 'Ali bin Abi Tholib

6.6.10
Cerita ini diambil dari pesan seorang teman di sebuah jejaring sosial, mungkin ada manfaatnya kalau saya menceritakannya kembali, sebuah kisah cinta seorang shahabat Rasulullah. Teman saya mengambil kisah ini dari buku "Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah. Chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”.

'Ali bin abi Tholib memiliki cinta yang tulus, cinta kepada putri Rasulullah, Fathimah. Akan tetapi cintanya itu memiliki banyak rintangan. Langsung saja simak kisahnya.

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya.
Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta.
Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta.
Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn
’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit.
Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam.
Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.
Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.


Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah.
Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr.
Kedudukan di sisi Nabi?
Abu Bakr lebih utama,mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi.
Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah.
Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab..

Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud..

Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?
Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.


”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.



Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir.
Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa,seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka,seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab.
Ya, Al Faruq,sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan,sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr.
Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman?
Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu,’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.


Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya.
’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.

Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.

Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya.

Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah.
”Wahai Quraisy”, katanya.

”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.

Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau
ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani.
’Ali, sekali lagi sadar.
Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah.
Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.
’Umar jauh lebih layak.
Dan ’Ali ridha.


Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.


Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak.
Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi?
Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah?
Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah?
Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka.
Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka?
Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu?
Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?


”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”


’Ali pun menghadap Sang Nabi.
Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.
Ya, menikahi.
Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya.
Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya.
Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap?
Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap?
Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya.
Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.
Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.


Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!”
Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung.

Apa maksudnya?
Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan.
Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab.
Mungkin tidak sekarang.
Tapi ia siap ditolak.
Itu resiko.

Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan.
Ah, itu menyakitkan.


”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar t***l! T***l!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”


Dan ’Ali pun menikahi Fathimah.
Dengan menggadaikan baju besinya.
Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya.
Itu hutang.


Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah.
Dengan keberanian untuk menikah.Sekarang.

Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati.
Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel,“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”


Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.
Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Seperti ’Ali.

Ia mempersilakan.
Atau mengambil kesempatan.
Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada ‘Ali,“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kisah ini disampaikan disini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an atau cengeng.

Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu

Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.

copas from Akhina Ifa Alhaqqu Mirrabbika dari Reynalds Al-Ghurabaa'
Sumber Asli : http://asmafadhillah.webnode.com/




Read more ...

Karena Kita Bersaudara...

1.6.10
Akhir - akhir ini dunia sedang geger dengan penyerangan Israel terhadap kapal Mav Marmara, kapal yang memuat bantuan kepada rakyat di Gaza, Palestina tersebut diserang. Benar saja, kapal itu mempunyai misi untuk membantu rakyat Gaza yang diblokade oleh zionis Israel. Kapal tersebut beserta kapal - kapal yang lain terdiri dari relawan dari 50 ngara. Indonesia juga termasuk di dalamnya, terdapat 12 WNI turut andil ke sana. Mengapa kita sangat peduli ?, jawabnya hanya satu karena kita bersaudara...


“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam.” (Riwayat Muslim)

“Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (Riwayat Muslim)

Hadits di atas menerangkan bahwa sesama muslim meiliki ikatan batin yang kuat, termasuk kita terhadap Palestina. Palestina negeri yang terluka, tiap hari rakyat Palestina hidup dalam cengkraman, suatu saat peluru - peluru Israel siap menerpa. Lalu apakah kita hanya diam??, jelas tidak...!!!

Alhamdulillah, banyak warga kita yang membantu mereka, bagi kita yang tidak mampu dengan harta, jiwa dan tenaga, kita hanya bisa mendo'akan. Sebisa mungkin kita membantu. Walaupun jauh, walaupun kita tak mengenal mereka, ikatan batin karena kita sesama muslim jelas merekat dalam hati.

Karena itu, saya menulis ini, untuk mengingatkan kita bahwa ada saudara seiman yang membutuhkan bantuan, begitupun saya hanya bisa menulis ini dan berdo'a semoga Allah memberi kekuatan kepada mereka.

Allahumma ahlikil kafarata wal musyrikin
Allahumma aizzal islama wal muslimin
Wanshuril mujahidina fii masyarikil ardhi wa maghoribiha
Allahummanshur ikhwananal mujahidin fii Filistin

Allahuma anzil alaihim nashron aziza
Allahuma allif baina qulubihim
Tsabit aqdamahum
Afrigh alaihim shobron
Wa ashlih dzata bainihim
Wanshurhum 'ala aduwika wa aduwihim

Read more ...